Tol laut merupakan salah satu wacana utama Indonesia di era kepresidenan Joko Widodo. Semenjak menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo memiliki ambisi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Ambisi ini didasari oleh potensi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang besar. Selain itu, sejarah mengenai nenek moyang Indonesia yang pernah berjaya dalam menguasai lautan. Presiden Joko Widodo kemudian meluncurkan Lima Pilar Poros Maritim Dunia. Konsep tol laut muncul pada poin ketiga. Tol laut, bersama dengan pelabuhan laut, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim, menjadi komitmen untuk mendorong pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim Indonesia. Menurut Badan Perencanaan Pengembangan Nasional, program tol laut didefinisikan sebagai konektivitas laut yang beroperasi secara efektif untuk berlayar secara rutin dan terjadwal dengan menggunakan kapal dari barat hingga timur Indonesia. Program ini akan beroperasi dalam dalam berbagai layanan pelayaran, seperti pelayaran perintis, pelayaran penumpang, kapal barang, dan kapal ternak. Fungsi dan Manfaat Tol Laut Selain itu, tol laut juga akan menjadi penghubung wilayah-wilayah Indonesia dari barat hingga ke timur. Tujuannya tak lain adalah sebagai penghubung yang dapat menekan disparitas harga kebutuhan pokok antara pulau Jawa dengan pulau luar Jawa. Proses berjalannya tol laut ini diawali dari kapal-kapal yang berasal dari pelabuhan utama akan menuju pelabuhan penyangga, kemudian menuju wilayah 3TP (terluar, tertinggal, terdepan, dan perbatasan), dan akhirnya kembali ke pelabuhan utama. Kapal laut juga difokuskan untuk membawa barang-barang khusus yang pokok dan penting, seperti obat-obatan, susu, dan lain sebagainya. Sejak awal beroperasi, yakni pada tahun 2015, program tol laut sudah memiliki 19 trayek pada tahun 2019 dan direncanakan akan bertambah menjadi 26 trayek di penghujung tahun 2020. Rencana penambahan trayek ini bukannya tanpa alasan. Hal ini didasari oleh volume distribusi logistik nasional melalui angkatan laut yang terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun beroperasinya program tol laut. Apabila pada tahun 2015 volume distribusi logistik nasional melalui angkatan laut mencapai angka 238 juta ton, angka ini meningkat menjadi 279 juta ton pada tahun 2018. Tantangan dalam Pelaksanaan Tol Laut Walaupun program tol laut ini telah membantu dalam peningkatan volume distribusi logistik nasional, namun bukan berarti program ini berjalan tanpa hambatan. Anggaran yang dikeluarkan untuk program tol laut sering dipermasalahkan oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) selaku operator tol laut. Hal ini dikarenakan anggaran yang dikeluarkan sudah cukup banyak dalam pembuatan 100 kapal tol laut sejak tahun 2015. PT Pelni menganggap bahwa anggaran untuk tol laut sepenuhnya dialihkan untuk biaya kebutuhan operasional kapal, bukan hanya untuk pengadaan kapal. PT Pelni juga berpendapat bahwa anggaran untuk pengadaan kapal dapat melibatkan pihak swasta untuk bekerja sama. Pendapat ini didasari oleh anggaran yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal terlalu bergantung pada subsidi pemerintah. Sementara rencana awal program tol laut ini tidak akan menggunakan subsidi pemerintah. Hal ini berbanding terbalik dengan ajuan dari Kementerian Perhubungan yang membutuhkan subsidi sebesar 349,8 miliar rupiah untuk anggaran program tol laut pada tahun 2020. Selain itu, seringkali terpantau bahwa muatan tol laut tidak berjalan maksimal sesuai muatan. Seperti muatan dari Jakarta ke Surabaya hanya terisi 20-30 persen dan relatif kosong pada saat kembali ke Jakarta. Apabila hal ini terus terjadi, maka tingginya angka disparitas harga juga tidak berkurang. Muatan yang tidak dapat dimaksimalkan ini membuat program tol laut menjadi kurang efektif. Bagaimanapun, tol laut merupakan inovasi yang bagus untuk memaksimalkan potensi maritim Indonesia. Pengoperasian tol laut secara maksimal tentu akan membuat maritim Indonesia meningkat pesat. Secara perlahan dan strategi yang matang, Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia.